Wednesday, September 19, 2018

Materi 3 : LANDASAN AKSIOLOGIS KURIKULUM





  A.  Definisi Aksiologi
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.

  B.  Permasalahan aksiologi
Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika nilai. Pada dasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat. Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan  dipergunakan secara komunal dan universal.
Suatu pertanyaan :
·         Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?
·         Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
·         Bagaimana kaitan atau hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.

  C.    Dasar Aksiologis Managemen Pendidikan
Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji danmenitegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam pribadi para pemimpin pendidikan (kepala sekolah), guru, staf dan anak didik. Sesuai dengan tujuannya, maka manfaat manajemen pendidikan; Pertama, terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang Aktif, Inovative, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM); Kedua, terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara; Ketiga, terpenuhinya salah satu dari 4 kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan (tertunjangnya kompetensi profesional sebagai pendidik dan tenaga kependidikan sebagai manajer); Keempat, tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien; Kelima, terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer pendidikan atau konsultan manajemen pendidikan); Keenam, teratasinya masalah mutu pendidikan.(Husaini, 2006:8)

  D.  Landasan Aksiologi Ilmu Pengetahuan
Landasan aksiologi adalah hubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan yang meliputi nilai-nilai, atau parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu dalam konteks kawasan yang terkait dalam kehidupan yaitu kawasan sosial, kawasan fisik material, kawasan spiritual, dan kawasan simbolik yang masing-masing mempunyai kriteria yang berbeda. Lebih-lebih dari itu aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah normatif  bagi penerapan ilmu pengetahuan itu ke bidang praktis.
Aksiologi ilmu pengetahuan merupakan strategi untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi harus :
1) Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi kepada kepentingan langsung.
2)Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri permasalahan kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
3) Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal.
Untuk membahas aksiologi ilmu pengetahuan lebih lanjut, disini akan dibagi menjadi 3 bagian yaitu : pertama, kegunaan ilmu pengetahuan, kedua, cara ilmu pengetahuan menyelesaikan masalah dan ketiga, netralitas ilmu pengetahuan.
1.        Kegunaan ilmu pengetahuan
Dalam perjalanan sejarah hidup manusia, diakui atau tidak telah banyak manfaat dan kegunaan ilmu pengetahuan bagi manusia. Namun ada kritik yang harus mendapatkan perhatian dari semua pihak, karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dikembangkan demi kesejahteraan umat manusia ternyata dimanfaatkan sebagai alat untuk merusak manusia itu sendiri dan lingkungannya. Seperti digunakannya bom dan senjata nuklir secara besar-besaran, peluru kendali antar benua dan lain sebagainya.  
Manfaat ilmu telah banyak dirasakan oleh manusia, diantaranya adalah :
a.    ilmu dengan segala tujuan dan artinya, sampai batas-batas tertentu telah banyak membantu manusia dalam mencapai tujuan hidup dan kehidupannya, yaitu kehidupan yang lebih baik.
b.    Ilmu menghasilkan teknologi, yang memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak dengan cermat, dan tepat, karena ilmu dan teknologi merupakan hasil kerja pengalaman, observasi, eksperiman dan verifikasi.
c.    Dengan ilmu dan teknologi, manusia dapat mengubah wajah dunia di mana manusia itu sendiri tinggal, mengubah cara manusia bekerja, cara manusia berpikir.
d.   Dengan ilmu dan teknologi, memungkinkan manusia untuk mengurangi rintangan-rintangan ruang dan waktu, seperti sistem komunikasi modern.
2.        Cara ilmu pengetahuan menyelesaikan masalah
Ilmu atau sains berisi tentang teori-teori yang dibuat untuk memudahkan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia selalu menemui masalah demi masalah, yang mana dalam menghadapi masalah itu manusia menggunakan teori-teori ilmu itu untuk menyelesaikan atau mengatasinya.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah secara sederhana adalah sebagai berikut :
a.       Mengidentifikasi masalah, dengan melakukan observasi di lapangan dan penelitian-penelitian.
b.      Mencari teori-teori terkait masalah yang telah diidentifikasi
Misalnya mencari teori tentang sebab-sebab terjadinya kenakalan remaja, setelah ditemukan beberapa teori maka dipilih teori yang diperkirakan paling tepat untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja.
c.       Mencari teori yang menjelaskan tentang cara memperbaiki kenakalan remaja, setelah ditemukan cara-cara dilanjutkan dengan menyampaikan usulan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
3.        Netralitas  ilmu pengetahuan
Bagaimana sebaiknya ilmu pengetahuan itu digunakan? Apakah harus netral (bebas nilai) apa tidak netral (terikat nilai)? Untuk menjawab pertanyaan ini, akan disampaikan beberapa pendapat.   Menurut Mukti Ali, sains itu netral, seperti pisau, digunakan untuk apa saja itu terserah penggunanya. Pisau itu dapat digunakan untuk membunuh (salah satu perbuatan jahat) dan dapat juga digunakan untuk perbuatan lain yang baik. Begitulah teori-teori sains, ia dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat pula untuk kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sains netral itu. Netral  biasanya diartikan sebagai tidak memihak. Yang dimaksud di sini adalah tidak memihak kepada kebaikan  dan tidak juga kejahatan.
Keuntungan jika sains netral adalah perkembangan sains akan cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau menghalangi tatkala peneliti (1) memilih dan menetapkan objek yang hendak diteliti, (2) cara meneliti, (3) tatkala menggunakan produk penelitian. Orang yang menganggap sains tidak netral, akan dibatasi oleh nilai dalam (1) memilih objek penelitian, (2) cara meneliti, dan (3) menggunakan hasil penelitian.
Sebagaimana contoh tatkala peneliti akan meneliti cara kerja jantung, maka menurut orang yang menganut paham sains netral ia akan menggunakan manusia yang sesungguhnya sebagai objeknya, tapi bagi penganut sains tidak netral ia akan mengambil jantung hewan yang mempunyai kemiripan dengan jantung manusia. Karena percobaan kepada manusia secara langsung akan diartikan sebagai bentuk penyiksaan dan ini bertentangan dengan keyakinannya terhadap agama.
Menurut Ahmad Tafsir (2012), yang paling bijaksana adalah memihak paham bahwa sains tidak netral, karena sains itu bagian dari kehidupan dan kehidupan itu secara keseluruhan tidaklah netral. Disamping itu, sains tidak netral adalah paham yang sesuai dengan semua ajaran agama dan sesuai pula dengan niat ilmuwan dalam menciptakan teori sains. Jadi sebenarnya tidak ada jalan bagi penganut sains netral.

  E.  Landasan Aksiologis Pada Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 di kaji dengan Kajian Axiologi yaitu terletak pada manfaat yang akan dicapai bila kurikulum 2013 ini di luncurkan. Adapun manfaat dari pembelajaran tematik terpadu adalah sebagai berikut:
·         Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan;
·         Menggunakan kelompok kerja sama, kolaborasi, kelompok belajar, dan strategi pemecahan konflik yang mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah;
·         Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci kelas yang ramah otak (brain-friendly classroom);
·         Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas dan kualitas mengeksplorasi konsep-konsep baru dan membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan secara siap;
·         Proses pembelajaran di kelas mendorong peserta didik berada dalam format ramah otak;
·          Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari;
·         Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar dapat dibantu oleh guru dengan cara memberikan bimbingan khusus dan menerapkan prinsip belajar tuntas;
·         Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan variasi cara penilaian.


Permasalahan :
Aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Bagaimanakah menurut anda mengenai filsafat aksiologi di kurikulum 2013 pada permasalahan etika dan estetika? Jika nilai etika bisa kita nilai dari nilai sikap/ afektif siswa, maka dimana letak nilai estetikanya?

Wednesday, September 12, 2018

Materi 2 : KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM

Kurikulum memiliki empat komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) isi/materi; (3) strategi/metode pembelajaran; dan (4) evaluasi. Keempat komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.

A. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of the teaching that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik, dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara bereimbang.

B. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :



1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling    berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut
2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.

3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.

4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi
8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9.Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
 
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
1)      Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2)      Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3)       Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4)      Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5)       Menarik  minat;  materi  yang  dipilih  hendaknya  menarik  minat  dan  dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

C. Strategi/Metode pembelajaran
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Bagaimana bagus dan idealnya tujuan yang harus dicapai tanpa strategi yang tepat untuk mencapainya, maka maka tujuan itu tidak mungkin dapat tercapai. Strategi meliputi rencana, metode dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagus apapun tujuan atau materi yang dibuat dalam kurikulum, tapi apabila metode atau strategi yang digunakan tidak tepat, maka tujuan dari kurikulum tersebut tidak akan mudah dicapai atau bahkan tidak tercapai sama sekali. Untuk itu pemilihan atau pembuatan metode atau strategi dalam menjalankan kurikulum yang tela dibuat haruslah sesuai dengan materi yang akan diberikan dan tujuan yang ingin dicapai.

D. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum”.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.

Permasalahan :
  1. Ada 4 komponen-komponen kurikulum yang disusun dengan harapan adanya komponen tersebut maka pembelajaran dapat menjadi lebih baik dan kurikulum yang di revisi lebih baik lagi dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Lalu yang menjadi permasalahan sekarang apakah komponen-komponen tersebut sebagai acuan di dalam kurikulum ? jika iya dengan 4 komponen tersebut, bagaimana dengan pendidik yang tidak tahu akan komponen-komponen kurikulum tetapi penerapan pembelajaran yang dia terapkan sesuai dengan kurikulum versi sendiri tanpa acuan dari komponen-komponen tersebut justru hasilnya legih bagus ? berikan penjelasan anda ! 
  2. Dari keempat komponen kurikulum tersebut, komponen manakah yang paling utama didalam suatu kurikulum ? apa yang terjadi jika salah satu komponennya tidak terlaksana dengan baik ? 
  3.  Bagaimana dengan sekolah yang belum atau mungkin saja baru menggunakan kurikulum 2013 ini. Apakah ini menandakan bahwa sekolah tersebut tidak berhasil dalam mengembangkan komponen-komponen kurikulum 2013?

Materi 14 : INOVASI SINTAK 5E DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

Learning Cycle         Siklus belajar 5E  (learning cycle 5E)   adalah salah satu model konstruktivis lengkap dalam kasus pembelajaran b...