Sunday, August 26, 2018

Materi 1 : kONSEP DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM TERKINI



1.   Definisi Kurikulum
Ø  Menurut UU No.2 tahun 1989 kurikulum yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakannya dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar.
Ø  Menurut UU no. 20 tahun 2003 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang  digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ø  Dalam bahasa latin kurikulum berarti ”lapangan pertandingan” (race course) yaitu arena tempat peserta didik berlari untuk mencapai finish.
Kurikulum juga diartikan sebagai rencana pembelajaran.

Ø  Menurut Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa untuk mencari rumusan kurikulum dapat ditinjau dari empat dimensi, yaitu : (1) kurikulum sebagai suatu ide; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.

Ø  Menurut Beuchamp (1968 : 6) kurikulum sebagai suatu rencana pengajaran berisi tujuan yang ingin dicapai, bahkan yang aka di sajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. 

Dari beberapa defnisi di atas dapat disimpulkan bawa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2.   Pengembangan Kurikulum

Merupakan kegiatan menghasilkan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan atau proses mengaitkan satu  komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum. Pengembangan kurikulum juga bisa diartikan sebagai kegiatan penyusunan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum.
Dalam pengembangannya, kurikulum melibatkan berbagai pihak, terutama pihak – pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung memiliki kepentingan dengan keberadaan pendidikan yang dirancang, yaitu mulai dari ahli pendidikan, ahli bidang studi, guru, siswa, pejabat pendidikan, para praktisi maupun tokoh panutan atau anggota masyarakat yang lainnya.
Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, yang meliputi Orientasi, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi, yakni kebijakan-kebijakan umum meliputi enam aspek : tujuan pendidikan, pandangan tentang anak, pandangan tentang proses pembelajaran, pandangan tentang lingkungan , konsepsi tentang peranan guru, dan evaluasi. Berdasarkan orientasi selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam bentuk proses pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi tersebut kemudian dijadikan bahan dalam menentukan orientasi, begitu seterusnya, hingga membentuk siklus.
Dari pendapat Seller tersebut, pengembangan kurikulum pada hakekatnya adalah pengembangan komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri serta pengembangan komponen pembelajaran. Dengan demikian maka pengembangan kurikulum memiliki dua sisi yang sama penting. Satu sisi sebagai pedoman yng kemudian membentuk kurikulum tertulis (written curriculum atau document curriculum) dan sisi kurikulum sebagai implementasi (curriculum implementation) yaitu sistem pembelajaran.
Proses pengembangan memiliki pengertian berbeda dengan perubahan dan pembinaan kurikulum. Perubahan kurikulum merupakan kegiatan atau proses yang disengaja manakala berdasarkan hasil evaluasi ada salah satu atau beberapa komponen yang harus diperbaiki atau diubah, sedangkan pembinaan adalah proses untuk mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang sedang dilaksanakan.
3.   Hubungan Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, meski berada pada posisi yang berbeda. Saylor (1981) dalam Ziddan (2011) kurikulum dan pembelajaran bagaikan romeo dan juliet. Jika kita berbicara mengenai Romeo, maka kita juga akan berbicara masalah Juliet. Romeo tidak akan lengkap terasa tanpa juliet, demikian pula sebaliknya. Artinya, pembelajaran tanpa kurikulum sebagai rencana tidak akan efektif, atau bahkan bisa keluar dari tujuan yang telah dirumuskan. Kurikulum tanpa pembelajaran, maka kurikulum tersebut tidak akan berguna.
Selain itu, Olivia (1992) menyatakan bahwa kurikulum berkaitan dengan apa yang harus diajarkan, sedangkan pengajaran mengacu pada bagaimana cara mengajarkannya. Walaupun antara pembelajaran dengan pengajaran dalam hal ini memiliki perbedaan, namun keduanya memiliki kesamaan tolak ukur dalam kasus ini, yaitu bagaimana mengajarkan. Hanya saja pengajaran lebih terpusat pada guru sebagai pengajar, sedangkan pembelajaran menekankan pada penciptaan proses belajar antara pengajar dengan pelajar agar terjadi aktivitas belajar dalam diri pelajar.
Menurut Oemar (2011) belajar sebagai kegiatan inti dari pembelajaran memiliki arti modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Yang perlu digaris bawahi pada kalimat tersebut adalah memperteguh kelakuan melalui pengalaman, ini membuktikan bahwa belajar sebagai kegiatan inti pembelajaran dipengaruhi oleh kurikulum yang notabenenya merupakan rancangan pengalaman belajar.
Peter F. Oliva (1992) menggambarkan kemungkinan hubungan antara kurikulum dengan pengajaran dalam beberapa model sebagai berikut :
a.     Model dualistis (the dualistic model)
Pada model ini kurikulum dan pengajaran terpisah. Keduanya tidak bertemu. Kurikulum yang seharusnya menjadi input dalam menata sistem pengajaran tidak tampak. Demikian juga pengajaran yang semestinya memberikan balikan dalam proses penyempurnaan kurikulum tidak terjadi, karena kurikulum dan pengajaran berjalan sendiri. Model ini digambarakan sebagai berikut :

b. Model berkaitan (the interlocking model)
Dalam model ini kurikulum dan pengajaran dianggap sebagai suatu sistem yang keduanya memiliki hubungan. Kurikulum dan pengajaran maupun sebaliknya pengajaran dan kurikulum ada bagian yang berkaitan, sehingga keduanya memiliki hubungan. Digambarkan sebagai berikut :


c. Model konsentris (the concentric model)
Pada model ini kurikulum dan pengajaran memiliki hubungan dengan kemungkinan kurikulum bagian dari pengajaran atau pengajaran bagian dari kurikulum. Di sini ada ketergantungan satu dengan yang lain. Model konsentris ini digambarkan sebagai berikut :

d. Model Siklus (the ciclical model)
Model ini menggambarkan hubungan timbal balik antara kurikulum dan pengajaran. Keduanya dianggap saling mempengaruhi. Segala yang ditentukan dalam kurikulum akan menjadi dasar dalam proses pelaksanaan pengajaran. Sebaliknya yang terjadi dalam pengajaran dapat memengaruhi keputusan kurikulum selanjutnya. Dalam model ini hubungan keduanya sangat erat meski kedudukannya terpisah yang berarti dalam analisis juga terpisah. Digambarkan sebagai berikut :

4.   Prinsip Pengembangan Kuriulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a.     Prinsip relevansi
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

b.     Prinsip Fleksibilitas
Dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang peserta didik.

c.     Prinsip kontinuitas
Adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.

d.     Prinsip efisiensi
Mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.

e.     Prinsip efektivitas
Mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

5.   Perkembangan Kurikulum di Indonesia
a)     Kurikulum 1947 atau disebut Rentjana Pelajaran 1947
Ini adalah kurikulum pertama sejak Indonesia merdeka. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Saat itu mulai ditetapkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum ini sebutan Rentjana Pelajaran 1947, dan baru dilaksanakan pada 1950. Karena kurikulum ini lahir dikala Indonesia baru merdeka, maka pendidikan yang diajarkan lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran, melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.

b)     Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Adanya kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Seperti setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas seorang guru mengajar satu mata pelajaran.

c)     Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964, namanya Rentjana Pendidikan 1964. Kurikulum ini bercirikan bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani.

d)     Kurikulum 1968
Kurikulum pertama sejak jatuhnya Soekarno dan digantikan Soeharto. Bersifat politis dan menggantikan Rentjana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni.
Cirinya, muatan materi pelajaran bersifat teoretis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik sehat dan kuat.

e)     Kurikulum 1975
Pemerintah memperbaiki kurikulum pada tahun itu. Kurikulum ini menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Mudjito, Direktur Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan Nasional kala itu, kurikulum ini lahir karena pengaruh konsep di bidang manajemen MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.

f)       Kurikulum 1984
Kurikulum ini mengusung pendekatan proses keahlian. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

g)     Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum sebagai upaya memadukan kurikulum kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Namun, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.

h)     Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Pada 2004 diluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum 1994. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu pemilihan kompetensi sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran.
KBK mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan metode bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.

i)        Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum ini hampir mirip dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

j)        Kurikulum 2013
Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.
Perubahan untuk Kurikulum 2013 Revisi 2017 lebih difokuskan untuk meningkatkan hubungan atau keterkaitan antara komptensi inti (KI) dan Kompetensi Dasar berbeda dengan RPP K13 Edisi Revisi 2016. Sedangkan dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) K13 revisi 2017, yang dibuat harus muncul empat macam hal yaitu; PPK, Literasi, 4C, dan HOTS sehingga perlu kreatifitas guru dalam meramunya.

Perbaikan atau revisi Kurikulum 2013 tahun 2017 Adalah sebagai berikut :
Mengintergrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) didalam pembelajaran. Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Mengintegrasikan literasi; keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Creative, Critical thinking, Communicative, dan Collaborative); Mengintegrasikan HOTS (Higher Order Thinking Skill).

            Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang. Pengintegrasian dapat berupa :
  • Pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas); 
  • Pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler; 
  • Pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat;
Perdalaman dan perluasan dapat berupa:
  • Penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan karakter siswa, 
  • Penambahan dan penajaman kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah; 
  • Penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK.
Penjelasan Singkat tentang Gerakan Literasi Sekolah
Pengertian Literasi dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.

Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation).
Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K-13, bukan sekadar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21 sangat penting, 4C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekadar pengusaan hardskill.

            Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.

Maka tidak mungkin lagi menggunakan model/metode/strategi/pendekatan yang berpusat kepada guru, namun kita perlu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran (Active Learning). Khusus untuk PPK merupakan program yang rencananya akan disesuaikan dengan 5 hari belajar atau 8 jam sehari sedangkan untuk 2 hari merupakan pendidikan keluarga.

Permasalahan :
1)Berdasarkan pendapat Olivia mengenai hubungan kurikulum dan pengajaran terdapat 4 model, menurut Anda bagaimanakah hubungan kurikulum dan pengajaran pada kurikulum 2013 ini terkhusus revisi 2017 dan 2018?
2) Seperti yang kita ketahui pengajaran tergantung pada guru yang mengajar, keadaan di lapangan sampai saat ini pun masih banyak sekali guru yang belum terbiasa bahkan belum menggunakan kurikulum 2013 dalam pengajaran di kelas, bisa dikatakan hanya sebatas rpp kurikulum 2013 namun pada pelaksanaan tidak sama sekali, walaupun sudah mendapatkan pelatihan, dll agar dapat menjalankan kurikulum 2013 tersebut dengan baik. Belum terlaksana dengan baik kurikulum 2013 awal sudah ada lagi revisi 2017 bahkan 2018. Bukankah ini masih merupakan suatu masalah bagi kurikulum 2013? Bagaimana pendapat Anda melihat  masalah ini? Mengingat harapan terhadap siswa dalam kurikulum 2013 terkhusus revisi 2018 yang terintegrasi dengan  harapan siswa memiliki skill 4C bahkan High Order Thinking Skill?






Materi 14 : INOVASI SINTAK 5E DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

Learning Cycle         Siklus belajar 5E  (learning cycle 5E)   adalah salah satu model konstruktivis lengkap dalam kasus pembelajaran b...