1. Definisi
Kurikulum
Ø Menurut UU No.2
tahun 1989 kurikulum yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai isi dan
bahan pelajaran, serta cara yang digunakannya dalam menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar.
Ø Menurut UU no.
20 tahun 2003 kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ø Dalam bahasa
latin kurikulum berarti ”lapangan pertandingan” (race course) yaitu arena
tempat peserta didik berlari untuk mencapai finish.
Kurikulum juga diartikan sebagai rencana pembelajaran.
Ø Menurut Hamid Hasan (1988)
mengemukakan bahwa untuk mencari rumusan kurikulum dapat ditinjau dari empat
dimensi, yaitu : (1) kurikulum sebagai suatu ide; (2) kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3)
kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang
merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Ø Menurut
Beuchamp (1968 : 6) kurikulum sebagai suatu rencana pengajaran berisi tujuan
yang ingin dicapai, bahkan yang aka di sajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat
pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran.
Dari beberapa
defnisi di atas dapat disimpulkan bawa kurikulum merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
2. Pengembangan
Kurikulum
Merupakan kegiatan menghasilkan kurikulum pada tingkat
satuan pendidikan atau proses mengaitkan satu
komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum. Pengembangan
kurikulum juga bisa diartikan sebagai kegiatan penyusunan, pelaksanaan,
penilaian dan penyempurnaan kurikulum.
Dalam pengembangannya, kurikulum melibatkan berbagai
pihak, terutama pihak – pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung
memiliki kepentingan dengan keberadaan pendidikan yang dirancang, yaitu mulai
dari ahli pendidikan, ahli bidang studi, guru, siswa, pejabat pendidikan, para
praktisi maupun tokoh panutan atau anggota masyarakat yang lainnya.
Seller dan
Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, yang meliputi Orientasi,
pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Seller memandang bahwa pengembangan
kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi, yakni kebijakan-kebijakan
umum meliputi enam aspek : tujuan pendidikan, pandangan tentang anak, pandangan
tentang proses pembelajaran, pandangan tentang lingkungan , konsepsi tentang
peranan guru, dan evaluasi. Berdasarkan orientasi selanjutnya dikembangkan
kurikulum menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam bentuk proses
pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi tersebut kemudian dijadikan bahan
dalam menentukan orientasi, begitu seterusnya, hingga membentuk siklus.
Dari pendapat
Seller tersebut, pengembangan kurikulum pada hakekatnya adalah pengembangan
komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri serta
pengembangan komponen pembelajaran. Dengan demikian maka pengembangan kurikulum
memiliki dua sisi yang sama penting. Satu sisi sebagai pedoman yng kemudian
membentuk kurikulum tertulis (written curriculum atau document curriculum) dan
sisi kurikulum sebagai implementasi (curriculum implementation) yaitu sistem
pembelajaran.
Proses pengembangan memiliki pengertian berbeda dengan
perubahan dan pembinaan kurikulum. Perubahan kurikulum merupakan kegiatan atau
proses yang disengaja manakala berdasarkan hasil evaluasi ada salah satu atau
beberapa komponen yang harus diperbaiki atau diubah, sedangkan pembinaan adalah
proses untuk mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang sedang
dilaksanakan.
3. Hubungan
Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua
hal yang tidak terpisahkan, meski berada pada posisi yang berbeda. Saylor
(1981) dalam Ziddan (2011) kurikulum dan pembelajaran bagaikan romeo dan
juliet. Jika kita berbicara mengenai Romeo, maka kita juga akan berbicara
masalah Juliet. Romeo tidak akan lengkap terasa tanpa juliet, demikian pula
sebaliknya. Artinya, pembelajaran tanpa kurikulum sebagai rencana tidak akan
efektif, atau bahkan bisa keluar dari tujuan yang telah dirumuskan. Kurikulum
tanpa pembelajaran, maka kurikulum tersebut tidak akan berguna.
Selain
itu, Olivia (1992) menyatakan bahwa kurikulum berkaitan dengan apa yang harus
diajarkan, sedangkan pengajaran mengacu pada bagaimana cara mengajarkannya.
Walaupun antara pembelajaran dengan pengajaran dalam hal ini memiliki
perbedaan, namun keduanya memiliki kesamaan tolak ukur dalam kasus ini, yaitu
bagaimana mengajarkan. Hanya saja pengajaran lebih terpusat pada guru sebagai
pengajar, sedangkan pembelajaran menekankan pada penciptaan proses belajar
antara pengajar dengan pelajar agar terjadi aktivitas belajar dalam diri
pelajar.
Menurut
Oemar (2011) belajar sebagai kegiatan inti dari pembelajaran memiliki arti
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Yang perlu digaris
bawahi pada kalimat tersebut adalah memperteguh kelakuan melalui pengalaman,
ini membuktikan bahwa belajar sebagai kegiatan inti pembelajaran dipengaruhi
oleh kurikulum yang notabenenya merupakan rancangan pengalaman belajar.
Peter F. Oliva (1992)
menggambarkan kemungkinan hubungan antara kurikulum dengan pengajaran dalam
beberapa model sebagai berikut :
a. Model dualistis (the
dualistic model)
Pada
model ini kurikulum dan pengajaran terpisah. Keduanya tidak bertemu. Kurikulum
yang seharusnya menjadi input dalam menata sistem pengajaran tidak tampak.
Demikian juga pengajaran yang semestinya memberikan balikan dalam proses
penyempurnaan kurikulum tidak terjadi, karena kurikulum dan pengajaran berjalan
sendiri. Model ini digambarakan sebagai berikut :
Dalam
model ini kurikulum dan pengajaran dianggap sebagai suatu sistem yang keduanya
memiliki hubungan. Kurikulum dan pengajaran maupun sebaliknya pengajaran dan
kurikulum ada bagian yang berkaitan, sehingga keduanya memiliki hubungan.
Digambarkan sebagai berikut :
c. Model konsentris (the concentric model)
Pada
model ini kurikulum dan pengajaran memiliki hubungan dengan kemungkinan
kurikulum bagian dari pengajaran atau pengajaran bagian dari kurikulum. Di sini
ada ketergantungan satu dengan yang lain. Model
konsentris ini digambarkan sebagai berikut :
Model
ini menggambarkan hubungan timbal balik antara kurikulum dan pengajaran.
Keduanya dianggap saling mempengaruhi. Segala yang ditentukan dalam kurikulum
akan menjadi dasar dalam proses pelaksanaan pengajaran. Sebaliknya yang terjadi
dalam pengajaran dapat memengaruhi keputusan kurikulum selanjutnya. Dalam model
ini hubungan keduanya sangat erat meski kedudukannya terpisah yang berarti
dalam analisis juga terpisah. Digambarkan sebagai berikut :
4. Prinsip
Pengembangan Kuriulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan
kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai
suatu kurikulum. Dalam pengembangan
kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam
kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru.
Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan
sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum
yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak
sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu:
a. Prinsip
relevansi
Secara internal
bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum
(tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal
bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi
peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan
masyarakat (relevansi sosilogis).
b. Prinsip
Fleksibilitas
Dalam pengembangan
kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan
fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta
kemampuan dan latar belakang peserta didik.
c. Prinsip
kontinuitas
Adanya
kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal.
Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan,
maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
d. Prinsip
efisiensi
Mengusahakan
agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan
sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya
memadai.
e. Prinsip
efektivitas
Mengusahakan
agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang
mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
5.
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
a)
Kurikulum 1947 atau disebut
Rentjana Pelajaran 1947
Ini adalah kurikulum pertama sejak Indonesia
merdeka. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Saat itu mulai ditetapkan asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum ini sebutan Rentjana Pelajaran 1947,
dan baru dilaksanakan pada 1950. Karena kurikulum ini lahir dikala Indonesia
baru merdeka, maka pendidikan yang diajarkan lebih menekankan pada pembentukan
karakter manusia Indonesia merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain
di muka bumi ini. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan
pikiran, melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.
b)
Kurikulum 1952, Rentjana
Pelajaran Terurai 1952
Adanya kurikulum ini merupakan penyempurnaan
kurikulum sebelumnya, merinci setiap mata pelajaran sehingga dinamakan Rentjana
Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Seperti setiap pelajaran dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Silabus mata pelajaran menunjukkan secara jelas seorang guru
mengajar satu mata pelajaran.
c)
Kurikulum 1964, Rentjana
Pendidikan 1964
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum pada 1964, namanya Rentjana Pendidikan 1964. Kurikulum ini bercirikan
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmani.
d)
Kurikulum 1968
Kurikulum pertama sejak jatuhnya Soekarno dan
digantikan Soeharto. Bersifat politis dan menggantikan Rentjana Pendidikan 1964
yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Kurikulum ini bertujuan membentuk
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum
1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni.
Cirinya, muatan materi pelajaran bersifat
teoretis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik sehat dan kuat.
e)
Kurikulum 1975
Pemerintah memperbaiki kurikulum pada tahun itu.
Kurikulum ini menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Mudjito,
Direktur Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan Nasional kala itu, kurikulum
ini lahir karena pengaruh konsep di bidang manajemen MBO (management by
objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan
pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
f)
Kurikulum 1984
Kurikulum ini mengusung pendekatan proses
keahlian. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA).
g)
Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999
Pada tahun 1994 pemerintah memperbarui kurikulum
sebagai upaya memadukan kurikulum kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975
dan 1984. Namun, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga
banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu
berat, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Misalnya bahasa daerah,
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
h)
Kurikulum 2004, KBK
(Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Pada 2004 diluncurkan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) sebagai pengganti Kurikulum 1994. Suatu program pendidikan
berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu pemilihan
kompetensi sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan
keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran.
KBK mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada
hasil belajar dan keberagaman. Kegiatan belajar menggunakan pendekatan dan
metode bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
i)
Kurikulum 2006, KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum ini hampir mirip dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu
pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan. Pada Kurikulum 2006,
pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru
dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi
sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun
menjadi sebuah perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
j)
Kurikulum 2013
Kurikulum ini adalah pengganti kurikulum KTSP.
Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek
keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama
di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang
ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia,
IPS, PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.
Perubahan untuk Kurikulum 2013 Revisi 2017 lebih
difokuskan untuk meningkatkan hubungan atau keterkaitan antara komptensi inti
(KI) dan Kompetensi Dasar berbeda dengan RPP K13 Edisi Revisi 2016. Sedangkan
dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) K13 revisi 2017, yang
dibuat harus muncul empat macam hal yaitu; PPK, Literasi, 4C, dan HOTS sehingga
perlu kreatifitas guru dalam meramunya.
Perbaikan atau revisi Kurikulum 2013 tahun 2017 Adalah sebagai
berikut :
Mengintergrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) didalam pembelajaran.
Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis,
mandiri, gotong royong, dan integritas. Mengintegrasikan literasi; keterampilan
abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Creative, Critical thinking,
Communicative, dan Collaborative); Mengintegrasikan
HOTS (Higher Order Thinking Skill).
Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang. Pengintegrasian dapat berupa :
Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan sampai sekarang. Pengintegrasian dapat berupa :
- Pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah (masyarakat/komunitas);
- Pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler;
- Pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat;
Perdalaman dan perluasan dapat berupa:
- Penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pengembangan karakter siswa,
- Penambahan dan penajaman kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah;
- Penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK.
Penjelasan Singkat tentang Gerakan Literasi Sekolah
Pengertian Literasi dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan
mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai
aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara
menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang
warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C
(Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan
Creativity and Innovation).
Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K-13, bukan sekadar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21 sangat penting, 4C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekadar pengusaan hardskill.
Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.
Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K-13, bukan sekadar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21 sangat penting, 4C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekadar pengusaan hardskill.
Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.
Maka tidak mungkin lagi menggunakan model/metode/strategi/pendekatan yang
berpusat kepada guru, namun kita perlu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran
(Active Learning). Khusus untuk PPK merupakan program yang rencananya akan
disesuaikan dengan 5 hari belajar atau 8 jam sehari sedangkan untuk 2 hari
merupakan pendidikan keluarga.
Permasalahan :
1)Berdasarkan pendapat Olivia mengenai hubungan kurikulum dan pengajaran terdapat 4 model, menurut Anda bagaimanakah hubungan kurikulum dan pengajaran pada kurikulum 2013 ini terkhusus revisi 2017 dan 2018?
2) Seperti yang kita ketahui pengajaran tergantung pada guru yang
mengajar, keadaan di lapangan sampai saat ini pun masih banyak sekali guru yang belum
terbiasa bahkan belum menggunakan kurikulum 2013 dalam pengajaran di kelas, bisa dikatakan hanya sebatas rpp kurikulum 2013 namun pada pelaksanaan tidak sama sekali, walaupun sudah mendapatkan pelatihan, dll agar dapat menjalankan kurikulum 2013 tersebut dengan baik. Belum terlaksana dengan baik kurikulum 2013 awal sudah ada lagi revisi 2017 bahkan 2018. Bukankah ini masih merupakan suatu masalah bagi kurikulum 2013? Bagaimana pendapat Anda melihat masalah ini? Mengingat harapan terhadap siswa dalam kurikulum 2013 terkhusus revisi 2018 yang terintegrasi dengan harapan siswa memiliki skill 4C bahkan High Order Thinking Skill?